Kartika Dewi masygul. Istri dari Abdul Halim ini bingung memilihkan sekolah untuk kedua putranya: Muhammad Akbar Azzam Zahwan dan Muhammad Akram Abbasy Hamizan. Saat itu mereka sedang berada di Abu Dhabi dan harus kembali ke tanah air dalam waktu dekat.
Yang membuatnya bingung adalah mencarikan sekolah yang mirip tempat anaknya sekarang belajar di negara penghasil minyak itu. Katanya, sekolah di sana hanya menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Pelajaran tahfidz-nya juga bagus. Anak-anaknya juga sudah terbiasa bercakap-cakap dengan dua bahasa asing itu.
“Saya ingin mereka tetap terbiasa menggunakan dua bahasa itu saat di Balikpapan nanti,” katanya kepada media ini medio Maret lalu.
Waktu kepulangan ke Balikpapan semakin dekat. Tika—sapaan akrabnya— lalu searaching informasi di internet. Dapat. Ada dua sekolah. Salah satunya adalah SD AISBa. Setelah melihat kurikulum, visi-misi, dan bertanya kepada temannya yang berada di Balikpapan, dia lalu menjatuhkan pilihan ke SD AISBa.
“Saya memilih sekolah ini karena berlandaskan Al-Qur’an, dan sunnah serta penekanan pada bidang tahfiz Al Quran, dan bahasa Inggris-Arab,” jelasnya.
Menurutnya, target tahfidz sekolah ini bagus. Lulus SD minimal siswa hafal 5 juz. Dia ingin Akram dan Akbar tidak hanya lancar berbahasa asing, tapi juga bisa membaca Al-Qur’an dengan baik serta memiliki hafalan yang banyak.
Kurikulumnya Bagus
Ika Putri Maharani juga punya alasan serupa. Dokter yang sehari-hari dinas di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB) ini memasukkan putri sulungnya, Siti Raisya Amirah Putrian karena tertarik kurikum dan konsep pembelajarannya.
“Setelah survei, dan lihat program pembelajarannya, saya dan suami langsung sreg. Kurikulumnnya bagus,” tutur istri dari Dian Sumantri.
Alasan lain karena sekolah yang didirikan sejak enam tahun lalu ini memiliki muatan pelajaran agama yang lebih banyak. Jumlah siswa per kelas juga tidak terlalu banyak. Jadi, katanya siswa bisa lebih mudah diajari, dan dikontrol.
Kemampuan putrinya juga kian menggembirakan. Karena itu, saat hendak menyekolahkan anak keduanya, Arif Habibi Putrayan, dia tidak ragu-ragu lagi memasukkannya ke SD AISBa.
Dari brosur di Mading
Berbeda lagi Yosica Ferindah. Istri Surya Atmadjaya ini dapat informasi AISBa dari secarik brosur yang tertempel di majalah dinding di TK Hang Tuah Balikpapan. Kebetulan saat itu dia sedang mencari sekolah untuk putri sulungnya, Asmyranda Azzizah Atmadjaya.
Setelah survei, Yosica tertarik. Menurutnya, kurikulum dan sistem pembelajarannya cocok. Sekolah juga tidak memberikan hukuman bagi orangtua jika berhalangan hadir pada acara parenting dengan alasan sibuk.
Tak hanya Mya yang kini telah duduk di bangku kelas 8 SMP, kedua putrinya juga dimasukkan ke AISBa, yaitu Ascendrya Arumi Atmadjaya ( Kelas 5), dan Anindya Alyssandra Atmadjaya (kelas 1).
“Alhamdulillah, anak-anak senang belajar di AISBa. Mereka merasa nyaman, dan suka berinteraksi dengan pengajarnya. Sampai-sampai punya cerita unik dengan versi sendiri-sendiri,” pungkasnya.
Gara-Gara Tangga Sekolah
Lokita Permata Lestari punya cerita lebih unik. Istri Ronny Effendy ini memilihkan sekolah untuk putranya, Nafis Azzahir justru karena tangga sekolah. Waktu itu dia dan Nafis survei SD AISBa dan melihat ke berbagai sudut serta kelas hingga ke lantai dua.
Anehnya, saat hendak naik tangga Nafis kaget. Tangganya dipisah: ikhwan dan akhwat. Untuk ikhwan sebelah kiri sedangkan akhwat sebelah kanan. Menaikinya pun tidak boleh campur.
Sebelum survei, dia sebenarnya telah survei beberapa sekolah Islam yang lain. Hanya saja masih bingung. Semuanya punya kelebihan dan kekurangan. Lantas, dia meminta pendapat anaknya.
“Saya mau belajar di sekolah yang tangganya dipisah,” jawabnya.
Lokita akhirnya memasukkan putranya di SD AISBa.
- Tulisan ini diambil dari rubrik Laporan Khusus (LAPSUS) Majalah An-Najah Edisi April 2021