Seni Berkomunikasi dengan Buah Hati [KOLOM]

Seni Berkomunikasi dengan Buah Hati [KOLOM]

*Eni Husrini, Orangtua Siswa SMP AISBa

Setiap suami istri di dunia pasti mendambakan buah hati. Hanya saja, tak semuanya diberi. Ada yang telah menikah bertahun-tahun, tapi tak kunjung dikaruniai anak. Karena itu, bersyukurlah bagi yang dikaruniai anak. Sebab, anak adalah karunia terindah sekaligus amanah yang harus dijaga.

Hanya saja, tidak mudah menjaga amanah ini. Ada tugas dan tanggung jawab besar yang harus dilakukan. Kelak, di akhirat amanah itu akan dimintai pertanggung jawaban. Jika menyia-nyiakannya, amanah itu justru bisa memasukkan orangtua ke dalam neraka.

Terkait anak, ada hadis Nabi Muhammad yang harus kita renungkan. “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tuanyalah yang menjadikan anak itu yahudi, nasrani atau majusi.” (HR. Abu Daud)

Hadis ini menegaskan setiap anak yang lahir ke dunia—siapa pun dia dan siapa pun orangtuanya—dalam dalam keadaan fitrah atau suci. Hanya saja, sayangnya, orangtuanyalah yang mengubah fitrah anak. Alih-alih mendidiknya menjadi anak shalih serta taat kepada Allah, justru sebaliknya.

Terlebih di zaman globalisasi seperti ini. Saat tekhnologi semakin canggih. Dunia seperti daun kelor. Tak terbatas. Arus informasi cepat sekali. Apa yang terjadi di Amerika Serikat, detik ini pula bisa disaksikan di Indonesia. Semua hal—baik yang baik hingga yang paling buruk—dengan sangat mudah bisa diakses melalui smartphone.

Inilah yang menjadi tantangan terbesar para orangtua. Peran orangtua sangat dibutuhkan. Terutama dalam mendampingi anak saat belajar. Agar anak tidak menyalah gunakan tekhnologi. Orangtua juga harus up-date tekhnologi. Tidak boleh kudet. Sebab, kadang sebagai orangtua generasi old, anak kita justru lebih melek tekhnologi.

Anak zaman sekarang cepat beradaptasi dengan tekhnologi. Bisa langsung paham hal-hal baru. Aplikasi baru. Di mana kita sebagai orangtua, terkadang belum tentu bisa mengimbangi. Oh ya, selain kontrol, yang tak kalah penting komunikasi. Membangun kesadaran dan kepercayaan anak.

Komunikasi baik antara orangtua dan anak bisa meminimalisir potensi negatif. Anak bisa lebih percaya diri dan bertindak bertanggung jawab atas tindakannya. Orangtua harus mengajak anak berdiskusi dalam menentukan pilihan yang terbaik untuknya. Luangkan waktu untuk berbicara. Dengarkan pendapatnya. Gunakan bahasa cinta, kasih sayang, serta berlemah-lembut dalam bertutur.

Orangtua juga tidak boleh hanya menuntut anak untuk melakukan banyak hal. Anak juga butuh apresiasi, dukungan, dan motivasi. Pun juga hadiah atau penghargaan atas capaian yang telah diraih. Dengan begitu, anak merasa diperhatikan dan disayangi, bukan sekadar dituntut berbuat sesuatu.

Usahakan dalam berkomunikasi tidak hanya mengandalkan verbalistik. Tapi juga melibatkan sentuhan lembut kasih sayang. Ini akan membuat anak lebih terasa. Kecup dan cium. Cium ubun-ubunya, keningnya, kedua pipinya, dan tangan bagian atas. Ciuman penuh kasih sayang orangtua di lima tempat ini sangat berpengaruh untuk membangun pribadi dan emosi anak.

Sesekali belailah rambut anakmu yang ikal atau yang lebat tergerai panjang itu. Rangkul dan usaplah punggungnya dengan lembut. Sungguh jika kita sering melakukannya, anak akan merasa nyaman, tanpa jarak, dan menaruh hormat kepada kita.

Dampaknya, anak akan memperlakukan kita dengan penuh kasih sayang. Pilihlah waktu yang tepat saat mengobrol dengan anak, dengarkan apa kendalanya jangan potong pembicaraanya sebelum selesai mengungkapkan sesuatu. Pun jika orangtua bersalah, tidak boleh sungkan meminta maaf. Akui saja.

Biasanya yang terjadi, selama ini kita berkomunikasi dengan anak terlalu egois. Memulai percakapan dengan “ngegas” atau lebih dulu membuat benteng kebenaran bahwa kita yang pasti benar sementara anak salah. Tanpa bertanya dan mendengarkan penjelasan anak lebih dulu.

Untuk kasus ini, biasanya sering terjadi pada Ayah. Jangan karena sudah lelah bekerja lalu menyerahkan semua pengawasan dan pendidikan semua ke istri. Memang benar Ibu madrasah untuk anak. Namun, Ayah juga punya peran penting dalam tumbuh kembang, pola pikir, dan masa depan anak.

Perlu diketahui, Ayah adalah cinta pertama anak wanitanya. Pun juga anak laki-laki. Baginya, Ayah adalah figur sekaligus model yang akan menjadi contoh. Duhai Ayah, posisikan dirimu sebagai sahabat untuknya, ketika mereka punya masalah, dengarkan dan beri solusi.

Ketidak pedulian terhadap masalah anak bisa berdampak buruk. Anak akan memilih curhat ke tempat yang tidak benar. Curhat kepada orang yang tidak tepat atau di media sosial. Nah, alih-alih mendapat solusi, justru acapkali mendatangkan masalah baru. Waspadalah! 

Tulisan ini pernah dimuat Majalah An-Najah edisi Mei 2021.

Leave a Reply